29 Desember 2004

Artemisinin, Obat Baru Malaria

Artemisinin, yang telah digunakan di Cina sejak tahun 150 Masehi untuk mengobati demam, telah diyakini sebagai obat yang efektif untuk malaria setelah sebuah penelitian di Vietnam menemukan bahwa obat tersebut mampu mengurangi kematian hingga 97% dari seluruh penderita malaria yang diteliti.

Penyakit parasit ini menyerang 500 juta orang dan bertanggung jawab terhadap 1,5 juta kematian setiap tahunnya. Belakangan ini, parasit penyebab malaria menjadi resisten terhadap terapi medis yang ada saat ini. Artemesinin dikombinasikan dengan antibiotik, memberikan pertahanan yang cepat terhadap malaria dan diklaim sebagai satu-satunya obat yang ada saat ini yang tidak menyebabkan timbulnya resistensi.

Saat ini, produksi artemisinin lebih banyak dilakukan oleh petani di Vietnam dan Cina. Mereka memanen wormwood (tumbuhan penghasil artemisinin) setiap delapan bulan. Kurangnya pasokan bahan baku membuat harga artemisinin tetap tinggi.

Jay Keasling, seorang Professor Insinyur Kimia UC Berkeley sedang berusaha untuk memproduksi artemisinin dengan harga murah. Dengan timnya, dia mengembangkan suatu proses yang dinamakan “biologi sintetik” yang menggunakan bakteri yang telah diubah secara genetik untuk memproduksi senyawa kimia. Proses ini telah dikembangkan selama 10 tahun.

Tidak sama dengan bioteknologi obat modern seperti insulin, dimana dibutuhkan transfer gen tunggal ke dalam bakteri, proses “biologi sintetik” memerlukan 12 gen yang berasal dari tumbuhan wormwood untuk merangsang pengeluaran bahan kimia dari strain E. Coli. Proses ini terdiri dari 12 langkah, sampai sekarang baru bisa dilakukan 9 langkah. Prof. Jay Keasling mengatakan bahwa pada langkah ke 10, senyawa artemeisinin sudah dapat diproduksi. Semoga.