09 Mei 2009

Obat Flu Babi / Influenza A (H1N1)

Influenza A (H1N1), yang sebelumnya disebut flu babi, semakin merajalela. Hari ini (9/5), influenza A (H1N1) telah menyebar ke 29 negara dan menyerang 3.440 orang (WHO). Oleh karena daya penyebarannya yang begitu cepat, maka WHO telah menaikkan status kewaspadaan pandemi ke nilai 5, dan jika keadaan terus memburuk ada kemungkinan naik ke level tertinggi yaitu 6.

Walaupun di Indonesia belum ditemukan kasus influenza A (H1N1), kita tetap harus waspada. Tindakan pencegahan tetap harus dilakukan dan obat-obatan penangkal penyakit ini harus tersedia.

Tamiflu dan Relenza

Obat penangkal influenza A (H1N1) yang ada saat ini terdiri dari dua golongan, yaitu penghambat neuraminidase (oseltamivir, zanamivir) dan adamantan (amantadin, rimantadin). Tetapi dari penelitian terhadap kasus influenza A (H1N1) yang melanda Meksiko dan AS sekarang ini, hanya obat penghambat neuraminidase yang efektif. Di pasaran oseltamivir di jual dengan nama dagang Tamiflu (tablet), zanamivir dengan nama Relenza (inhaler).

Fungsi utama oseltamivir maupun zanamivir adalah menghambat berkembang biaknya virus influenza, termasuk virus influenza A (H1N1) yang merupakan varian baru. Dengan demikian, akan meringankan gejala penyakit, mempercepat penyembuhan, dan yang paling penting, mengurangi angka kematian.

Golongan Risiko Tinggi

Tidak semua orang yang terindikasi influenza memerlukan obat antivirus influenza. Pada kasus influenza A (H1N1) sekalipun, sebagian besar penderitanya hanya mengalami gejala ringan kemudian sembuh sendiri. Oleh karena itu, pada situasi dimana ketersediaan obat yang terbatas, maka skala prioritas harus diberlakukan. Obat biasanya diberikan pada penderita yang menunjukkan gejala klinis sedang sampai berat atau penderita yang termasuk golongan risiko tinggi.

Orang-orang yang termasuk golongan risiko tinggi adalah:

  1. Anak usia balita (bawah 5 tahun)
  2. Orang tua berumur di atas 65 tahun
  3. Anak atau remaja yang sedang menjalani terapi aspirin jangka panjang
  4. Wanita hamil
  5. Anak atau orang dewasa dengan penyakit kronik seperti penyakit paru-paru, kardiovaskuler, hepar, kelainan darah, gangguan saraf, otot, dan metabolik
  6. Anak atau orang dewasa yang mempunyai daya tahan tubuh rendah (misalnya akibat konsumsi obat imunosupresan atau karena penyakit HIV)
  7. Penghuni panti jompo atau bangsal penyakit kronik

Obat akan bekerja lebih efektif jika diberikan dalam 48 jam setelah mulai terinfeksi influenza A (H1N1). Walaupun demikian, pemberian setelah 2 hari masih memberikan manfaat yang besar. Lama pemberian obat yang dianjurkan adalah 5 hari.

Sebagai Profilaksis

Untuk keperluan pencegahan (profilaksis), oseltamivir atau zanamivir juga dapat digunakan. Ada dua bentuk pencegahan, yaitu pencegahan setelah terpapar dan pencegahan sebelum terpapar. Pemberian obat untuk tujuan pencegahan setelah terpapar adalah selama 10 hari pasca-paparan. Dicurigai terpapar jika seseorang pernah kontak erat dengan penderita yang diperkirakan atau telah dipastikan terinfeksi influenza A (H1N1). Penderita influenza A (H1N1) dapat menularkan penyakit satu hari sebelum munculnya gejala hingga tujuh hari kemudian. Namun pada bayi dan anak, masa penularan dapat lebih lama.

Sedangkan untuk pencegahan sebelum terpapar, misalnya akan melakukan perjalanan ke daerah wabah, obat diberikan selama periode kemungkinan terjadi paparan dan kemudian dilanjutkan 10 hari setelah paparan berakhir.

03 Mei 2009

Membandingkan Bahaya Flu Burung dan Flu Babi

Negara-negara di Asia sudah akrab dengan flu burung (H5N1). Flu ini pertama kali dilaporkan di Hongkong pada tahun 1997 (18 kasus dengan 6 kematian). Kemudian muncul lagi pada tahun 2003 dengan 2 kasus dengan 1 kematian, sebelum akhirnya mulai mewabah ke beberapa negara pada bulan Desember 2004.

Case Fatality Rate

Di Indonesia, kasus flu burung yang menyerang unggas dilaporkan pada Januari 2004. Setahun kemudian, yaitu bulan Juli 2005 ditemukan kasus pertama yang menyerang manusia. Sejak itu, telah ditemukan sebanyak 139 kasus, 113 kasus diantaranya berakhir dengan kematian (data per Des 2008). Jika dipersentase, maka tingkat kematian (case fatality rate, CFR) akibat flu burung sekitar 80%.

Lain halnya dengan flu babi (H1N1). Flu ini dilaporkan pertama kali hampir seabad silam, yaitu ketika terjadi pandemi pada tahun 1918. Sekitar 1976, kemudian tahun 1998, flu babi kembali mewabah di Amerika Serikat. Pada tahun 2009 ini, flu babi kembali menyerang berbagai negara, di mulai dari Meksiko. Data dari WHO tanggal 2 Mei 2009 menyebutkan, 16 negara diantaranya Meksiko, AS, Inggris, Hongkong, Selandia Baru, telah melaporkan kasus flu babi. Jumlah kasus yang telah diidentifikasi melalui pemeriksaan laboratorium sebanyak 658, 17 kasus diantaranya berakhir dengan kematian. Berdasarkan data ini, maka CFR flu babi adalah sekitar 2,5%.

Siapa yang lebih berbahaya

Jika dibandingkan, maka persentase angka kematian akibat flu babi jelas lebih rendah dibandingkan dengan flu burung. Tetapi, apakah ini menandakan flu burung lebih berbahaya dan flu babi kurang berbahaya?

Dalam beberapa hal, ada perbedaan mencolok antara kedua jenis flu tersebut. Flu burung misalnya, sampai saat ini hanya ditularkan dari unggas ke manusia. Belum ada bukti adanya penularan langsung antar manusia. Oleh karena itu, penyebarannya relatif terbatas dan cepat terputus. Cara pencegahannya pun lebih terfokus pada pemusnahan unggas yang terinfeksi.

Berbeda dengan flu babi. Virus H1N1 yang merupakan biang flu babi, dapat ditransmisikan dari babi ke manusia dan dari manusia ke manusia. Akibat dari pola penularan seperti ini, maka flu babi dengan cepat menyebar ke segenap penjuru dunia. Dalam beberapa hari saja, virus ini telah dilaporkan di empat benua yang terpisah jauh. Tampaknya, kecepatan penularan sangat didukung oleh moda transportasi dan pergerakan manusia yang cepat dan dinamis. Akibat cepatnya penyebaran, maka WHO pada 29 April 2009 menaikkan tingkat kewaspadaan pandemi influenza dari 4 menjadi 5 (skala 1 – 6). Artinya, adanya kemungkinan terjadi wabah yang mengenai banyak orang di banyak negara.

Dari uraian di atas terlihat bahwa flu burung memiliki persentase angka kematian tinggi tetapi penyebarannya tidak terlalu cepat dan luas; sedangkan flu babi memiliki persentase angka kematian lebih rendah namun penyebarannya sangat cepat dan berpotensi menimbulkan pandemi. Mana yang lebih berbahaya? Keduanya sama berbahayanya dan berpotensi menimbulkan banyak kematian.