28 Juni 2010

Keloid dan Jaringan Parut Biasa

Tanya:
Apa beda keloid dan jaringan parut biasa?

Jawab:
Jika kulit kita mengalami luka, biasanya akan terbentuk jaringan parut. Pada kebanyakan kasus, jaringan parut hanya sedikit menutupi bekas luka. Kalaupun membesar maka biasanya hanya terbatas pada bekas luka. Jenis ini disebut jaringan parut biasa.

Lain halnya dengan keloid. Jaringan parut akan terus membesar dan melewati batas luka dan merambah jaringan sehat di sekitarnya. Jika jaringan parut biasanya mengecil setelah sekian lama, keloid tidak demikian.

Keloid mempunyai bentuk tidak beraturan, permukaannya halus, berwarna pink atau merah muda, dan agak meninggi dibanding kulit sekitarnya.

Selain karena luka kecelakaan atau luka operasi, keloid dapat timbul secara spontan tanpa penyebab yang jelas. Kadang-kadang jerawat kecil saja dapat mencetuskan keloid.

Vaksin bagi Orang Dewasa

Tanya:

Apakah orang dewasa juga perlu vaksinasi seperti halnya balita?

Jawab:

Betul, vaksin tidak hanya melulu untuk anak balita, orang dewasa juga perlu divaksin. Hanya saja, jenis vaksin untuk dewasa agak berbeda dengan balita.

Jenis vaksin untuk dewasa antara lain adalah :

# Vaksin Tetanus

# Vaksin Hepatitis B

# Vaksin Rabies

# Vaksin Tifoid

# Vaksin Influenza

# Vaksin Campak

# Vaksin Meningitis; meningitis adalah penyakit radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri meningokokus. Biasanya diberikan untuk jamaah haji.

26 Juni 2010

Siapa Saja yang Harus Menjalani Tes HIV/AIDS

Orang-orang yang mempunyai perilaku risiko tinggi terinfeksi HIV sebaiknya menjalani pemeriksaan HIV/AIDS. Jika perilaku tersebut terus berlanjut, maka pemeriksaan harus dilakukan setiap tahun.

Orang yang berperilaku risiko tinggi adalah :


  1. Mereka yang menggunakan narkoba atau steroid lewat suntikan atau orang yang menggunakan jarum suntik secara bersama-sama.

  2. Mereka yang melakukan aktifitas seksual lewat v, anal, atau oral tanpa perlindungan dengan mereka yang pernah melakukan hubungan seks gonta-ganti pasangan, atau dengan pasangan yang tidak dikenal.

  3. Mereka yang melakukan aktifitas seksual untuk memperoleh uang atau narkoba.

  4. Mereka yang didiagnosis menderita hepatitis, tuberkulosis, atau penyakit kelamin seperti sifilis atau GO.

  5. Mereka yang melakukan hubungan seksual tanpa perlindungan dengan salah satu dari poin 1 – 4.


Sumber: hivtest.org

Uji Laboratorium untuk Mengetahui HIV/AIDS

Apakah seseorang terinfeksi HIV/AIDS, dapat diketahui melalui pengujian sampel darahnya di laboratorium.

Ada beberapa cara untuk pengujian, antara lain dengan mendeteksi antibodi terhadap virus HIV atau mendeteksi virusnya sendiri.

Uji yang paling bagus sebenarnya adalah dengan mendeteksi virusnya langsung. Cara ini sudah dapat dilakukan pada orang yang terinfeksi HIV beberapa hari yang lalu. Sayangnya, uji deteksi virus masih mahal dan memerlukan peralatan canggih dan teknisi yang terlatih. Itulah sebabnya deteksi virus tidak dijadikan cara uji rutin untuk diagnosis HIV.

Cara paling umum digunakan saat ini adalah deteksi antibodi, yaitu zat yang diproduksi tubuh dalam rangka mempertahankan diri dari infeksi virus HIV.

Uji antibodi terhadap HIV terdiri dari dua langkah, yaitu uji I menggunakan cara yang lebih murah (Uji ELISA, dll). Gunanya adalah menapis (screening) kasus HIV. Jika positif, dilanjutkan dengan uji II atau uji konfirmasi (Uji Western Blot). Uji II ini lebih akurat.

Kekurangan uji antibodi adalah tidak dapat digunakan beberapa hari setelah infeksi. Hasilnya kemungkinan besar negatif padahal bisa saja sampel darah seseorang sudah mengandung HIV. Hal ini terjadi karena sistem pertahanan tubuh membutuhkan waktu sekitar 6 minggu hingga 3 bulan untuk memproduksi antibodi dalam kadar yang cukup.

21 Juni 2010

Obat HIV/AIDS

Dalam satu dekade terakhir, telah ditemukan beberapa jenis obat untuk mengatasi infeksi HIV. Obat-obat tersebut sering disebut sebagai HAART (highly active antiretroviral therapy). 

Walaupun obat HIV yang ditemukan semakin banyak dan canggih, tak ada satupun diantaranya yang dapat menyembuhkan HIV/AIDS secara tuntas. Obat tersebut tujuannya hanya menghambat perkembangbiakan virus dan mengurangi kemungkinan timbulnya komplikasi atau kematian.

Pemberian obat biasanya dalam bentuk kombinasi, sekurang-kurangnya tiga jenis. Tujuannya adalah memperlambat timbulnya resistensi (kekebalan) virus terhadap obat.

Berikut beberapa jenis obat yang biasa digunakan :

  1. Golongan penghambat enzim reverse transcriptase, misalnya zidovudine (AZT/Retrovir), didanosine (ddI/Videx), zalcitabine (ddC/Hivid), stavudine (d4T/Zerit), lamivudine (3TC/Epivir), abacavir (ABC/Ziagen), emtricitabine (FTC/Emtriva), tenofovir (Viread), efavirenz (Sustiva), nevirapine (Viramune), and delavirdine (Rescriptor) dan Etravirine (Intelence).
  2. Golongan penghambat protease, contohnya ritonavir (Norvir), kombinasi lopinavir dan ritonavir (Kaletra), saquinavir (Invirase), indinavir sulphate (Crixivan), amprenavir (Agenerase), fosamprenavir (Lexiva), darunavir (Prezista), atazanavir (Reyataz), tipranavir (Aptivus), dan nelfinavir (Viracept).
  3. Golongan penghambat fusi dan entri, misalnya enfuvirtide (Fuzeon/T20) dan maraviroc (Selzentry).
  4. Golongan penghambat enzim integrase, contohnya raltegravir (Isentress).

Setiap golongan obat bekerja pada titik tertentu dari proses perkembangan virus. Ada pada tahap awal, misalnya penghambat fusi, ada pada tahap pertengahan misalnya penghambat enzim transcriptase, dan ada pada tahap akhir misalnya penghambat protease.

Sayangnya, obat-obat HIV kadang-kadang menimbulkan efek samping yang berat, antara lain turunnya jumlah sel darah merah atau putih, peradangan di pankreas, keracunan hati, bintik merah di kulit, gangguan pencernaan, kenaikan kadar kolesterol, diabetes, distribusi lemak tubuh yang tidak normal, dan nyeri saraf.

Diadaptasi dari eMedicineHealth.Com

09 Juni 2010

Kerusakan Mata Akibat Pointer Laser

Pointer laser yang sering kita gunakan dalam presentasi menggunakan LCD ternyata berbahaya bagi mata.

Sebuah laporan dari British Medical Journal (BMJ) menyebutkan bahwa seorang anak mengalami kerusakan mata setelah menyorotkan sinar laser dari pointer yang dibelinya dari internet. Pandangannya menjadi tidak jelas dan ada bintik hitam di lapangan pandang tengahnya.

Setelah mata anak tersebut diperiksa, ditemukan adanya luka bakar di permukaan mata dan kerusakan pada retina (sel yang menangkap cahaya).

Walaupun 2 bulan kemudian mata anak tersebut berangsur pulih, tetapi kerusakan pada sel retina bersifat permanen dan dapat menyebabkan berkurangnya penglihatan seiring berjalannya waktu.


Jadi, jangan biarkan anak-anak kita bermain dengan pointer laser. (health.yahoo.net)

06 Juni 2010

Ternyata Kopi Tidak Meningkatkan Konsentrasi

Jika selama ini kita menganggap bahwa secangkir kopi dapat meningkatkan konsentrasi, misalnya saat begadang, ternyata hal itu keliru. Anggapan meningkatnya konsentrasi setelah minum kopi ternyata hanyalah ilusi atau khayalan semata, karena sebenarnya konsentrasi hanya kembali ke tingkat normal setelah terjadinya efek samping yang disebabkan oleh kopi.

Sebuah penelitian di University of Bristol Inggris terhadap 379 sukarelawan membuktikannya. Tidak ada perbedaan tingkat konsentrasi pada sukarelawan yang mendapat kopi dibanding mereka yang tidak mendapat kopi.

Sekitar setengah sukarelawan bukan peminum kopi atau orang yang jarang minum kopi. Sedangkan sisanya adalah pengopi sedang sampai berat.

Semua sukarelawan kemudian ditanya untuk mengukur tingkat kecemasan, konsentrasi, dan rasa sakit kepala, sebelum dan sesudah minum, baik kopi betulan maupun kopi boongan (plasebo).

Sukarelawan juga diberi ujian komputer yang mengukur daya ingat, perhatian, dan kewaspadaan.

Pengopi sedang sampai berat yang mendapat kopi boongan mengalami penurunan kewaspadaan dan peningkatan sakit kepala. Hal sama juga dialami pengopi sedang sampai berat yang mendapat kopi betulan.

Setelah beberapa lama, tingkat kewaspadaan diukur lagi. Ternyata pengopi sedang sampai berat yang mendapat kopi betulan meningkat konsentrasinya. Tetapi, peningkatan tersebut hampir sama kadarnya dengan yang terjadi pada orang yang bukan pengopi atau pengopi ringan yang mendapat kopi boongan. Hal ini menunjukkan bahwa kopi hanya menyebabkan konsentrasi kembali ke tingkat normal, bukan ke tingkat yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, berpikirlah dua kali sebelum menjadi pecandu kopi.

Penelitian ini dipublikasikan pada jurnal Neuropsychopharmacology, dikutip dari webmd.com.