31 Juli 2009

Artemisinin, Obat Ampuh Malaria yang Mulai Loyo

Saat ini, artemisinin dianggap obat paling ampuh untuk menyembuhkan penyakit malaria. Keampuhannya mengalahkan pendahulunya semisal klorokuin atau sulfadoksin/pirimetamin (Fansidar®, Suldox®).

Artemisinin merupakan obat yang relatif baru di dunia pengobatan modern. Meskipun demikian, daun Artemisia annua telah digunakan oleh bangsa Cina sejak 1000 tahun silam untuk mengobati demam. Dari daun inilah kemudian diisolasi zat yang dijadikan obat malaria artemisinin.

Artemisinin digunakan untuk mengobati penyakit malaria falsifarum, jenis malaria yang banyak dijumpai di Indonesia. Obat ini manjur bahkan untuk malaria falsifarum yang telah kebal dengan obat malaria lainnya dan malaria falsifarum yang telah berkomplikasi, misalnya menjadi malaria otak.

Setelah 12 jam sehabis dikonsumsi, artemisinin akan segera beraksi membunuh parasit malaria dalam darah. Kecepatan dan kuatnya daya bunuh merupakan keunggulan artemisinin dibandingkan obat lain. Oleh karena itu pula, artemisinin disebut-sebut sebagai obat malaria yang bekerja paling cepat yang pernah ditemukan manusia.

Tetapi belakangan timbul kekhawatiran terhadap keampuhan artemisinin. Sebuah penelitian yang dilakukan di Kamboja menyimpulkan bahwa artemisinin tidak seampuh saat awal-awal digunakan. Obat ini membutuhkan waktu dua kali lebih lama untuk melenyapkan parasit malaria dibandingkan sebelumnya, yaitu 84 jam. Padahal, biasanya cukup 48 jam. Selain itu, persentase penderita yang dapat disembuhkan juga semakin menurun.

Temuan ini mengindikasikan bahwa telah timbul resistensi parasit malaria terhadap artemisinin. Jika resistensi benar-benar terjadi dan menyebar ke seluruh dunia, maka akan timbul masalah besar, yaitu banyak penyakit malaria yang gagal disembuhkan dan berujung pada kematian. (Bloomberg.Com/Wikpedia.Com/MalariaSite.Com)

15 Juli 2009

Dextromethorphan (DMP) bukan Narkoba!

Tahukah Anda bahwa obat batuk dapat digunakan untuk mabuk-mabukan. Setidaknya, inilah yang dilakukan oleh sekelompok pecandu narkoba kurang modal. Mereka mengkonsumsi dextromethorphan jauh di atas ambang batas dosis yang diizinkan. Hasilnya, selain 'fly', sel-sel tubuh mereka akan mengalami keracunan hebat.

Aman Dalam Dosis Terapi

Dextromethorphan atau sering disingkat DMP, adalah obat batuk "over the counter" (OTC) yang disetujui penggunaannya pertama kali pada tahun 1958. OTC artinya dapat dibeli secara bebas, tanpa resep. Walaupun demikian, obat ini hanya boleh dijual di toko obat berizin.

Meskipun ada dalam bentuk murni, DMP biasanya berupa sediaan kombinasi. Artinya, dalam satu tablet, selain DMP juga terdapat obat lain seperti parasetamol (antinyeri antidemam), CTM (antihistamin), psuedoefedrin/fenilpropanolamin (dekongestan), atau guafenesin (eskpektoran).

Manfaat utama DMP adalah menekan batuk akibat iritasi tenggorokan dan saluran napas bronkhial, terutama pada kasus batuk pilek.

Obat ini bekerja sentral, yaitu pada pusat batuk di otak. Caranya dengan menaikkan ambang batas rangsang batuk. Sebagai catatan, beberapa obat batuk lain bekerja langsung di saluran napas.

Untuk mengusir batuk, dosis yang dianjurkan adalah 15 mg sampai 30 mg yang diminum 3 kali sehari. Dengan dosis sebesar ini, DMP relatif aman dan efek samping jarang terjadi.

Overdosis Mematikan!

Penyalahgunaan DMP sering terjadi. Penyebabnya, selain murah, obat ini juga relatif mudah didapat. Bentuk penyalahgunaannya antara lain adalah konsumsi dalam dosis besar (berpuluh-puluh butir) atau mengkonsumsinya bersama alkohol atau narkoba.

Pada keadaan overdosis, terjadi berbagai macam efek samping. Terjadi stimulasi ringan pada konsumsi sebesar 100 - 200 mg; euforia dan halusinasi pada dosis 200 - 400 mg; gangguan penglihatan dan hilangnya koordinasi gerak tubuh pada dosis 300 - 600 mg, dan terjadi sedasi disosiatif (perasaan bahwa jiwa dan raga berpisah) pada dosis 500 - 1500 mg.

Gejala lain yang terjadi akibat overdosis DMP adalah bicara kacau, gangguan berjalan, gampang tersinggung, berkeringat, dan bola mata berputar-putar (nistagmus). Penyalahgunaan sediaan kombinasi malah berefek lebih parah. Komplikasi yang timbul dapat berupa peningkatan tekanan darah karena keracunan pseudoefedrin, kerusakan hati karena keracunan parasetamol, gangguan saraf dan sistim kardiovaskuler akibat keracunan CTM. Alkohol atau narkotika lain yang telan bersama DMP dapat meningkatkan efek keracunan dan bahkan menimbulkan kematian.