Sudah sejak beratus tahun yang lalu, malaria menjadi momok yang menakutkan. Penyakit ini dapat sangat ganas dan membunuh penderitanya. Saat ini, walaupun pengobatan malaria telah mengalami kemajuan pesat, malaria masih menjadi penyakit yang mematikan.
Banyak program dan strategi yang telah dilaksanakan untuk memberantas malaria. Anehnya, penyakit ini, masih saja menempati jajaran atas penyakit-penyakit ‘top’ di Indonesia.
Salah satu strategi memberantas penyakit malaria adalah melalui pengendalian nyamuk penular malaria, nyamuk Anopheles. Ada berbagai macam cara, misalnya menggunakan kelambu, menyemprot dinding rumah dengan insektisida, menggunakan lotion anti nyamuk, memasang kasa nyamuk pada ventilasi, menghilangkan tempat perindukan nyamuk dan lain-lain. Sayangnya, dalam jangka panjang, langkah-langkah tersebut sering mengalami kegagalan.
Kegagalan pengendalian vektor memaksa para ahli berpikir untuk menemukan strategi baru. Salah satu strategi yang ditawarkan adalah dengan menghilangkan sumber penularan, yaitu penderita malaria. Dengan tidak adanya sumber penularan, maka nyamuk malaria sama halnya dengan nyamuk biasa, hanya sebagai pengisap darah, bukan sebagai pembawa penyakit. Dengan kata lain, meskipun ada nyamuk malaria, jika tidak ada penderita malaria (yang di dalam tubuhnya ada parasit malaria), maka malaria tidak akan berjangkit.
Agar sukses, strategi ‘menghilangkan sumber penularan’ harus dilaksanakan dengan disiplin dan teliti. Artinya, dalam suatu wilayah, semua penderita malaria harus dicari secara aktif dan tidak boleh ada yang lolos meskipun satu orang. Setelah ditemukan harus diobati sampai benar-benar sembuh.
Meskipun tampak sederhana, strategi ‘menghilangkan sumber penularan’ tidak semudah yang dibayangkan. Dibutuhkan integrasi berbagai sumber daya, mulai dari political will dari para pemimpin, kesungguhan jajaran kesehatan, dan dukungan penuh dari masyarakat. Jika integrasi bisa terwujud dan berjalan baik, maka bukan tidak mungkin malaria akan hilang.
