28 Oktober 2008

Bluetooth, Amankah Bagi Tubuh?

Sebagai masyarakat modern yang hidup dengan berbagai perangkat elektronik dan digital, hampir setiap hari kita terpapar berbagai jenis gelombang dan radiasi. Salah satunya adalah gelombang yang dipancarkan dari perkakas yang disebut Bluetooth.

Bluetooth, dalam beberapa tahun terakhir sudah bukan barang asing lagi. Alat ini banyak ditanam dalam berbagai perangkat elektronik seperti ponsel dan komputer. Fungsi utamanya, menggantikan kabel-kabel yang berseliweran, sehingga terkesan bersih dan praktis.

Maraknya penggunaan Bluetooth bukanlah tanpa alasan. Piranti ini diyakini merupakan alat yang dapat diandalkan dalam pertukaran data antar perangkat, misalnya dari ponsel ke ponsel atau dari ponsel ke komputer. Selain andal, piranti ini dibuat universal, artinya dapat berkomunikasi dengan alat apa saja yang mengandalkan Bluetooth sebagai gerbang komunikasinya.

Tapi, dibalik semua sisi positif tersebut, layaklah kita bertanya, apakah gelombang yang dipancarkan oleh piranti ini aman bagi tubuh kita?

Gelombang yang dihasilkan oleh Bluetooth adalah gelombang radio dengan kisaran frekuensi 2,4 GHz. Karakteristiknya, dapat menembus dinding, kotak, dan rintangan lainnya walaupun jangkauannya hanya sekitar 10 meter.

Gelombang Bluetooth mempunyai frekuensi yang persis sama dengan yang digunakan pada oven microwave. Tetapi ada perbedaan pada kekuatan gelombang yang digunakan. Jika oven microwave menggunakan kekuatan sebesar 1 KW, maka Bluetooth hanya 1 mW, artinya sepersejuta kalinya. Selain itu, gelombang pada oven microwave lebih diarahkan pada satu titik, sedangkan gelombang pada Bluetooth menyebar kesegala arah, sehingga jumlah paparan pada titik tertentu menjadi lebih kecil lagi.

Untuk menilai keamanan terhadap tubuh, kita menggunakan standar paparan yaitu "Specific Absorption Rate (SAR)". Sebenarnya standar ini tidak hanya berlaku bagi gelombang Bluetooth, tapi juga gelombang yang dipancarkan oleh piranti lain, misalnya televisi, radio, dan ponsel.

Amerika dan Kanada hanya mengijinkan nilai SAR maksimum 1,6 watt/kg, sedangkan Eropa, nilai SAR yang dapat diterima sedikit lebih tinggi.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Williams G. Scanlon dari Queen's University di Belfast menemukan bahwa modul Bluetooth Erickson hanya menghasilkan nilai SAR sebesar 0,001 watt/kg. Nilai ini jauh di bawah nilai SAR maksimum yang diijinkan, bahkan di bawah SAR ponsel, yaitu 0,25 watt/kg (perangkat GSM Blackberry).

Walaupun banyak kalangan menganggap bahwa Bluetooth aman, bahkan jauh lebih aman dari pemakaian ponsel, tapi paparan yang berlangsung lama, mungkin bertahun-tahun dapat menimbulkan pertanyaan: "Apakah suatu saat kelak Bluetooth tidak menimbulkan penyakit, kanker misalnya?!" Mudah-mudahan tidak.

26 Oktober 2008

Susu Melamin

Tampaknya, makanan bermasalah sudah akrab dengan keseharian kita. Beberapa waktu lalu, kita terperangah karena sebagian tahu, ikan asin, dan mie yang dijual di pasar bahkan swalayan telah diawetkan dengan formalin. Juga bakso yang sering kita konsumsi, ternyata ada yang di'renyah'kan dengan boraks. Belum lagi, daging yang dioplos, gorengan yang dicampur plastik, dll.

Kabar buruk teranyar, sebagian susu dan produk susu yang berasal dari negeri tirai bambu ternyata telah dicampur dengan melamin. Suatu bahan kimia yang biasa digunakan untuk membuat plastik, cat, lem, serta pupuk.

Untuk apa para produsen susu mentah mengaduk adonan susunya dengan bonus melamin? Pastinya, karena alasan usaha. Untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya, dengan modal yang sekecil-kecilnya.

Agar menjadi lebih banyak, susu mereka campur dengan air. Akibatnya, susu lebih encer. Jika ini langsung mereka jual pada perusahaan pengguna bahan baku susu, maka perusahaan tersebut tidak akan bersedia membeli. Pasalnya kandungan proteinnya rendah.

Nah untuk mengelabui para pemeriksa dari perusahaan pengguna bahan baku susu, sehingga terkesan kandungan protein susu dalam susu mentah tinggi, ditambahkanlah melamin. Senyawa ini jika diperiksa, seolah-olah adalah protein susu. Padahal melamin adalah zat yang tidak boleh dikonsumsi dan membahayakan tubuh.

Bagaimana mungkin melamin salah dideteksi sebagai protein? Ini memang kelemahan alat penguji, dimana alat tersebut hanya mendeteksi kadar nitrogen dalam susu mentah kemudian disetarakan dengan jumlah protein (tentunya dengan anggapan bahwa semua nitrogen tersebut adalah miliknya protein). Ternyata, produsen nakal lebih pintar. Mereka tahu bahwa melamin juga mempunyai kadar nitrogen yang tinggi, yaitu kira-kira 66%. Nah, dengan menambahkan melamin maka pihak penguji akan menemukan bahwa kadar nitrogen susu yang diperiksa sudah memenuhi standar, dan menyimpulkan, protein susu tersebut juga sudah sesuai standar.

Melamin, tidak hanya menipu para perusahaan pengguna bahan baku susu serta para regulator peredaran makanan, tetapi juga berefek sangat buruk bagi kesehatan. Zat ini dapat menjadi batu di ginjal. Batu-batu tersebut awalnya kecil-kecil, namun lama kelamaan akan semakin besar sehingga mengganggu fungsi ginjal, bahkan sampai mengakibatkan gagal ginjal total. Golongan yang paling rentan mengalami gangguan ini adalah bayi dan anak-anak.

Selain ginjal, para ahli juga menemukan bahwa melamin dapat mengganggu sistem pencernaan, sistem pernapasan, dan sistem kekebalan tubuh. Orang yang mengkonsumsi melamin dalam jumlah banyak mudah terkena infeksi bakteri atau virus.

Bahaya melamin bukannya tanpa bukti. Beberapa waktu lalu, Kompas memberitakan bahwa sekitar 6.244 anak di Cina jatuh sakit akibat mengkonsumsi susu bermelamin. Sebanyak 168 menderita gagal ginjal akut, dan 4 anak diantaranya meninggal.

25 Oktober 2008

Efek Samping Jamu Ber-Kortikosteroid

Kita mungkin sudah pernah mendengar berita ini: "Beberapa jamu nakal yang beredar di pasaran ternyata sudah dicampur dengan obat-obat kimia".

Salah satu obat kimia yang sering digunakan sebagai 'bonus' racikan jamu adalah kortikosteroid. Dengan adanya kortikosteroid, maka peminum jamu akan merasakan tubuhnya segar, pegel linu hilang, dan terasa lebih fresh. Suatu efek instan yang banyak didambakan orang.

Kortikosteroid merupakan salah satu obat yang telah lama digunakan dalam dunia kedokteran, yaitu sejak tahun 1950an. Fungsinya beragam, antara lain untuk mengobati asma, radang sendi, alergi, penyakit autoimun (sistim kekebalan tubuh menyerang organ tubuh sendiri), dll.

Seperti obat lainnya, kortikosteroid pun mempunyai banyak efek samping. Oleh karena itu, obat ini bukanlah termasuk obat bebas yang dapat diperoleh di toko obat, tapi harus dengan resep dokter kemudian ditebus di apotik.

Efek samping kortikosteroid antara lain peninggian tekanan darah, wajah tampak bulat ("moon face"), mudah terkena infeksi, berat badan bertambah, jerawatan, gangguan suasana hati, gejala gangguan jiwa, wajah menjadi berambut, katarak, selulit, peningkatan kadar gula darah, tulang keropos (osteoporosis), susah tidur (insomnia), gangguan siklus menstruasi, luka lambat sembuh, dll.

Satu hal lagi, orang yang telah mengkonsumsi kortikosteroid dalam jangka waktu lama tidak boleh menghentikan penggunaan obat ini secara mendadak. Tetapi harus menghentikannya dengan perlahan, yaitu dengan dosis yang semakin menurun. Penghentian mendadak dapat mencetuskan berbagai gejala merugikan seperti kelelahan, nyeri otot, sakit kepala, dan sulit sembuh dari penyakit-penyakit ringan sekalipun.

Jadi, bagi peminum jamu, hati-hatilah memilih jamu. Pastikan jamu yang diminum bebas bahan yang mempunyai efek merugikan, termasuk kortikosteroid.

Bacaan :

  1. Jamu Tradisional.
  2. The Facts Of Corticosteroids.
  3. Prednisone and other corticosteroids: Balance the risks and benefits.
  4. Corticosteroids.

23 Oktober 2008

Radang Kulit Akibat Ponsel

Dalam beberapa dekade terakhir, banyak penyakit yang disebabkan oleh gaya hidup. Salah satunya adalah mobile phone dermatitis (radang kulit akibat ponsel).

Asosiasi penyakit kulit di Inggris baru-baru ini melaporkan bahwa pemakaian ponsel dapat menyebabkan radang kulit di daerah telinga dan pipi, tempat ponsel tersebut ditempelkan ketika pengguna berkomunikasi.

Mereka mensinyalir bahwa salah satu komponen pada casing ponsel, yaitu nikel, yang menjadi biang keladinya. Logam ini, pada orang yang sensitif, dapat memicu timbulnya reaksi alergi. Akibatnya, timbul bintik-bintik merah disertai gatal di daerah telinga dan pipi.

Mobile phone dermatitis ternyata tidak hanya mengenai orang yang doyan ngobrol via telepon, tetapi juga bagi mereka yang suka berkomunikasi lewat SMS. Logam nikel pada tombol keypad ponsel ternyata dapat mengundang reaksi alergi pada jari-jari penggunanya.

Mungkin ada diantara kita yang protes. "Kan tidak semua casing ponsel mengandung nikel?!". Benar. Menurut para peneliti di Browns University, Rhode Island, 'hanya' 10 dari 22 ponsel yang diteliti mengandung logam nikel.

18 Oktober 2008

Cacar Air

Hampir semua kita pernah menderita cacar air. Penyakit yang sangat menular ini, cukup membuat penderitanya sengsara. Mulai dari demam, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, sampai benjol seperti lepuh di kulit dan mukosa (misalnya mulut).

Penyakit ini dapat mengenai siapa saja. Tetapi umumnya mengenai penderita usia di bawah 15 tahun. Paling sering antara umur 5 sampai 9 tahun.

Cacar air disebabkan oleh virus varisela zoster. Virus ini pada awalnya masuk ke dalam sistem pernapasan dan berkembang pada saluran napas bagian atas. Setelah itu, virus akan menuju kelenjar limfe dan memperbanyak diri di tempat ini. Sekitar 4-6 hari kemudian, virus akan menyebar ke limpa, hati, dan bagian tubuh lainnya.

Selang seminggu, virus akan menyebar lagi ke seluruh tubuh lewat aliran darah, termasuk ke kulit dan menimbulkan benjolan kulit berisi cairan (vesikel). Virus juga akan masuk kembali ke sistem pernapasan dan melalui sistem ini menular ke orang lain.
 
Beberapa hari kemudian, virus akan dibersihkan dari tubuh oleh sistem kekebalan tubuh. Penderita akan sehat kembali. Setelah itu, dia akan mempunyai kekebalan terhadap virus. Itulah sebabnya kebanyakan orang hanya menderita cacar air sekali seumur hidup.

Tetapi pada beberapa orang lainnya, virus tidak hilang sama sekali. Virus tetap ada dalam tubuh, yaitu dalam keadaan "bertapa" (dorman) di dalam serabut saraf dekat sum-sum tulang belakang. Suatu saat, virus yang bertapa ini dapat aktif kembali, menimbulkan penyakit yang disebut herpes zoster. Penyakit ini ditandai oleh rasa kesemutan, gatal, dan nyeri yang diikuti oleh timbulnya benjolan merah dan lepuh. Dibandingkan cacar air, herpes zoster lebih sulit diobati.

Gejala cacar air biasanya diawali oleh benjolan kecil berwarna merah dalam jumlah banyak. Kemudian menjadi benjolan yang berisi cairan bening. Selanjutnya, benjolan akan kempes dan akan terbentuk semacam kerak jaringan (krusta).

Benjolan pada awalnya banyak tumbuh di dada, punggung, atau wajah. Kemudian akan menjalar ke bagian tubuh lainnya seperti kepala, mulut, hidung, telinga, dan daerah genital.

Gejala lain yang timbul antara lain adalah demam, nyeri tenggorok, nyeri perut, sakit kepala. Gejala ini biasanya muncul sebelum timbul gejala kulit.

Cacar air sangat menular. Awal penularan terjadi 2 hari sebelum munculnya gejala kulit. Penularan akan berakhir ketika benjolan kulit sudah mengalami perkerakan.

Di Indonesia, vaksinasi cacar air belum terlalu lazim dilakukan. Vaksinasi biasanya diberikan pada anak umur 12 sampai 15 bulan. Untuk memperkuat kekebalan, vaksinasi hendaknya diulang di usia 4 sampai 6 tahun. Vaksinasi efektif mencegah 70%-80% kasus ringan, dan 95% kasus sedang berat.

Untuk meringankan gejala yang timbul, beberapa tindakan yang perlu dilakukan adalah:

  1. Minum yang banyak
  2. Gunakan kompres dingin untuk meringankan gatal
  3. Jaga tubuh tetap kering
  4. Berikan makanan dingin dan lunak, karena benjolan di mulut dapat menyulitkan makan dan minum
  5. Hindari makan makanan yang asam dan asin, misalnya jeruk atau asinan
  6. Tidak boleh memecahkan benjolan atau menggaruk-garuknya, karena akan meninggalkan bekas jika telah sembuh

Obat-obatan yang biasa diberikan adalah:

  1. Parasetamol, untuk meringankan demam dan nyeri
  2. Asiklovir, biasanya diberikan pada kasus yang berat atau yang diperikan akan mengalami komplikasi
  3. Antibiotik, tidak selalu diberikan kecuali ada infeksi sekunder
  4. Obat antigatal, dapat dibeli bebas di toko obat. Tetapi sebaiknya konsultasikan dulu dengan dokter anda mengenai hal ini

Bacaan:

  1. Kidshealth: Chickenpox.
  2. eMedicine: Varicella.
  3. MedicineNet: Chickenpox.

02 Oktober 2008

Google Health

Google Health merupakan layanan online tanpa bayar dimana pengguna dapat menyimpan dan mengatur rekam mediknya di satu tempat (server Google). Keuntungannya, rekam medik lebih mudah diakses dan  tidak akan tercecer atau hilang seperti halnya rekam medik konvensional.

Layanan ini pertama kali diluncurkan pada 20 Mei 2008 dan diujicobakan pada 1600 pasien Claveland Clinic. Walaupun demikian, saat ini, layanan Google Health masih dalam versi Beta.

Pendaftaran layanan Google Health sangat mudah. Seperti halnya dengan layanan Google lainnya, kita dapat menggunakan username dan password akun Google kita. Saat masuk pertama kali kita akan diminta persetujuan terhadap 'term and condition'. Jika setuju, maka kita akan diarahkan ke halaman dimana kita dapat mengatur informasi kesehatan kita.

Dari segi keamanan, Google menjamin data yang kita simpan tidak akan dijual atau diakses pihak lain yang tidak diinginkan.

Dengan Google Health kita dapat :

  1. Membuat profil kesehatan online
    Pengguna dapat menuliskan keadaan kesehatan, pengobatan, riwayat alergi, dan hasil lab pada profil Google Health. Selain itu, Pengguna dapat menamai profil tersebut sesuai dengan keinginannya. Bahkan, dapat membuat beberapa profil lain bagi anggota keluarga.
  2. Mengimpor rekam medik dari rumah sakit dan apotik
    Salinan rekam medik atau resep kita yang ada di rumah sakit atau apotik tertentu yang bekerjasama dengan Google dapat diimpor ke dalam Google Health. Dengan cara ini, Pengguna dapat menyimpan riwayat medis, pengobatan, dan hasil pemeriksaan, semuanya pada satu tempat.
  3. Mencari dokter atau rumah sakit
    Pengguna dapat mencari nama atau tempat praktek dokter, menemukan website dokter, atau mencari petunjuk arah tempat praktek dokter, dan menyimpan informasi dokter pada daftar kontak kita.

Sayangnya, untuk kita di Indonesia, belum ada rumah sakit atau apotik yang menjadi partner kerjasama Google Health. Kita harapkan rumah sakit atau apotik, terutama yang telah menerapkan rekam medik elektronik, suatu saat dapat bekerja sama dengan layanan ini.

Sumber : Google Health.