24 Oktober 2007

Merokok: Bisakah Berhenti?

Rokok merupakan salah satu bahan addiktif. Artinya dapat menimbulkan ketergantungan bagi pemakainya. Sifat addiktif rokok berasal dari nikotin yang dikandungnya. Setelah seseorang menghirup asap rokok, dalam 7 detik nikotin akan mencapai otak. Kemudian terjadi pelepasan hormon adrenalin, yaitu hormon yang dapat memacu semangat, ada yang menyebunya”fight and flight hormone” (Martin, 2004).



Nikotin juga menghambat pelepasan insulin, hormon yang memproses gula darah. Akibatnya, gula dalam darah sedikit lebih tinggi. Kadar gula darah yang tinggi ini akan menekan selera makan. Itulah sebabnya perokok berpikir bahwa merokok mengurangi rasa lapar (Martin, 2004).



Penelitian membuktikan bahwa nikotin meningkatkan kadar hormon dopamin, suatu hormon yang bertanggung jawab terhadap rasa senang dan bahagia. Efek nikotin terhadap hormon ini berlangsung singkat, hanya beberapa menit, sehingga perokok biasanya akan terus merokok sepanjang hari untuk mempertahankan efek ini (Martin, 2004).



Nikotin sangat mirip dengan hormon asetilkolin, yaitu hormon yang meningkatkan nafsu makan, mood, dan daya ingat. Ketika nikotin menempel ditempat yang semestinya ditempati hormon asetilkolin, maka efek tersebut juga ikut meningkat (Martin, 2004).



Nikotin juga merangsang pelepasan hormon endorfin beta, yaitu hormon yang mengurangi nyeri (Martin, 2004).



Ternyata begitu banyak efek ’baik’ nikotin. Namun dibalik efek ’menyenangkan’ tersebut, nikotin seperti halnya obat addiktif lainnya, mempunyai ”unpleasant withdrawal symptoms” (gejala yang tidak menyenangkan yang timbul akibat penghentian pemakaian). Gejala tersebut antara lain : gampang tersinggung, tidak sabar, benci, kecemasan, depresi, susah berkonsentrasi, resah, penurunan denyut jantung, dan peningkatan berat badan (AHA, 2007). Gejala ini akan menghilang jika kebutuhan tubuh terhadap nikotin dipenuhi. Makanya, perokok yang gelisah dan sulit konsentrasi misalnya, akan plong setelah merokok.



Rasa yang sangat menyenangkan saat merokok dan rasa yang sangat tidak mengenakkan saat tidak merokok menyebabkan perokok sangat sulit berhenti merokok. Tetapi, BERHENTI MEROKOK bukanlah hal yang mustahil.



Bagi yang ingin berhenti merokok, ikuti uraian di bawah ini :



MEROKOK merupakan interaksi dua faktor, yaitu ”KETERGANTUNGAN TERHADAP ROKOK (KTR)” dan ”TEKAD BERHENTI MEROKOK (TBM)”, dimana KTR lebih besar dari TBM.




MEROKOK = KTR > TBM



Jika anda ingin berhenti merokok, maka pastikan nilai TBM anda lebih besar daripada KTR.




BERHENTI MEROKOK = TBM > KTR



Beberapa hal yang harus diperhatikan dari interaksi TBM – KTR :


  1. Nilai TBM dan KTR tidak pernah tetap, tetapi selalu berfluktuasi dari waktu ke waktu.

  2. Sesaat setelah berhenti merokok nilai KTR masih tinggi, tetapi berangsur-angsur turun seiring dengan waktu. Tapi dalam perjalanan turunnya, fluktuasi masih sering terjadi, bahkan pada saat nilai KTR sudah nol, KTR dapat naik kembali, terutama saat ditawarin rokok sama teman atau diledekin oleh sahabat.

  3. Nilai TBM harus selalu berada diatas nilai KTM, kalau tidak program BERHENTI MEROKOK akan gagal.

  4. ...... dan lain – lain (silakan ditambah sendiri, siapa tau ada ide)


Jika anda sudah mempunyai TEKAD BERHENTI MEROKOK yang sangat besar, silakan cari saran atau artikel yang berkaitan dengan ”teknik berhenti merokok”. Berikut beberapa link yang dapat Anda kunjungi :


Demikian, semoga bermanfaat.




Referensi :



  1. Martin T (2004): Nicotine Addictive. WWW.ABOUT.COM

  2. American Hearth Association – AHA (2007): Nicotine Addiction. WWW.AMERICANHEART.ORG

23 Oktober 2007

Penanganan Awal Luka Bakar Ringan

Apa yang mesti dilakukan jika kita atau orang disekitar kita mengalami luka bakar? Mungkin kita terbiasa mengolesi luka tersebut dengan pasta gigi, minyak, margarin, kopi, atau ramuan lainnya yang kita anggap ampuh. Tujuannya, supaya lukanya dingin, tidak nyeri, lekas sembuh, dll.



Ternyata, mengolesi luka bakar dengan bahan atau ramuan tersebut tidak menyelesaikan masalah, bahkan menambah masalah. Biasanya luka bakar jadi sukar dibersihkan, rentan terhadap infeksi (Marzoeki, 2007), bahkan penyembuhannya menjadi lebih lama.



Berikut langkah-langkah yang sebaiknya dilakukan saat menemui kasus luka bakar :


  1. Jauhkan anggota tubuh dari sumber panas.

  2. Lepas pakaian atau perhiasan dari bagian yang terbakar. Pakaian atau perhiasan dapat menyimpan panas sehingga luka bakar menjadi lebih berat dan lebih luas.

  3. Kompres luka bakar dengan air dingin atau menyiramnya dengan air mengalir selama 15-20 menit. Air dingin berfungsi menetralisir suhu dan mencegah perambatan panas ke jaringan yang lebih dalam, sehingga kerusakan jaringan tidak semakin dalam. Air dingin juga akan mengurangi rasa nyeri (Moenadjat, 2001).

  4. Jika tersedia, luka dapat diolesi dengan obat oles seperti Bioplacenton®. Selain mengandung antibiotika, obat ini juga mengandung ekstrak plasenta yang mempercepat proses penyembuhan (Moenadjat, 2001).

  5. Jika luka cukup parah atau rasa nyeri sangat hebat, silakan bawa ke pusat layanan kesehatan untuk mendapat pereda nyeri dan antibiotik serta obat dan tindakan yang dibutuhkan lainnya.


Demikian, semoga bermanfaat.



Referensi :


  1. Moenadjat Y (2001) : Luka Bakar: Pengetahuan Klinis Praktis. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

  2. Marzoeki D (2007): Pasta Gigi dan Gamping Bukan Langkah Tepat untuk Luka Bakar. Surya Online.

22 Oktober 2007

Bayi-Anak: Pola Pemberian ASI & Makanan

Pola pemberian makan pada bayi dan anak sangat berpengaruh terhadap kecukupan gizinya. Gizi yang baik menyebabkan anak bertumbuh dan berkembang dengan baik pula.

Pola pemberian makanan pada bayi dan anak (Depkes, 2005) yang disajikan berikut hanya panduan semata, silakan memodifikasi sendiri. Akan lebih baik jika anda berkonsultasi lebih dahulu dengan ahli gizi atau praktisi medis lainnya.

Bayi Baru Lahir
  • Segera susui bayi dalam waktu 30 menit. Jika ASI belum keluar, jangan berhenti menyusui, karena isapan bayi akan merangsang pembentukan ASI sekaligus merangsang rahim untuk mengecil (kontraksi). Kontraksi rahim akan mengurangi pendarahan.
  • ASI yang pertama keluar (kolostrum) segera diberikan pada bayi, jangan dibuang, karena banyak mengandung zat gizi dan zat kekebalan tubuh bagi bayi.
Umur 1 – 6 bulan
  • Selanjutnya, susui bayi sesering mungkin setiap kali bayi menginginkannya (on demand). Pemberian ASI minimal 8 kali sehari semalam.
  • Jangan memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI, bahkan air putih sekalipun (CAHD, 2004). ASI mengandung zat gizi yang cukup untuk kebutuhan bayi hingga umur 6 bulan (ASI Eksklusif). Kekhawatiran bayi akan kurang gizi dan terganggu pertumbuhannya akibat mendapat ASI Eksklusif tidak terbukti (Kramer MS, 2002). Selain itu, bayi yang mendapat ASI Eksklusif jarang terkena penyakit saluran pencernaan seperti muntah dan diare (Kramer MS, 2002).
  • Susui bayi dengan payudara kiri dan kanan secara bergantian.
Umur 6 – 12 bulan
  • Teruskan pemberian ASI. ASI diberikan lebih dahulu baru kemudian makanan pendamping ASI.
  • Makanan pendamping ASI diberikan 3 kali sehari. Makanan pendamping ASI dapat berupa bubur nasi yang dicampur telur, ayam, ikan, tempe, tahu, daging sapi, wortel, bayam, kacang hijau, santan, atau minyak. Saat ini, di toko-toko juga tersedia makanan pendamping ASI buatan pabrik.
  • Makanan selingan seperti kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dll diberikan 2 kali sehari diantara waktu makan.
  • Ajari bayi makan sendiri dengan menggunakan piring dan sendok.
Umur 1 – 2 tahun
  • Teruskan pemberian ASI sampai umur 2 tahun.
  • Beri nasi lunak yang ditambah dengan telur, ayam, ikan, tempe, tahu, daging sapi, wortel, bayam, kacang, hijau, dll, 3 kali sehari.
  • Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan.
  • Bantu anak untuk makan sendiri.
Umur 2 – 3 tahun
  • Beri makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3 kali sehari yang terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, dan buah.
  • Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan.
Demikian, semoga bermanfaat.

Referensi :
  1. Depkes – Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat (2005): Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta. Indonesia Printer.
  2. Kramer MS, Kakuma R (2002) : The Optimal Duration of Exclusive Breastfeeding: A Systematic Review. World Health Organization (WHO).
  3. Child and Adolescent Health and Development – CAHD (2004) : Nutrition Infant and Young Child. World Health Organization (WHO).

21 Oktober 2007

Anak: Cara Pengobatan Diare di Rumah

Diare sering terjadi pada anak. Apalagi mereka yang hidup dengan tingkat kebersihan diri dan kebersihan lingkungan yang buruk serta gizi yang tidak memadai. Tetapi, pada dasarnya semua anak mempunyai kemungkinan terkena diare, apalagi jika sedang terjadi wabah.



Penting bagi orang tua untuk mengetahui cara-cara penanganan diare anak di rumah. Selain untuk mengurangi kekhawatiran, juga agar anak tidak jatuh ke komplikasi diare yang lebih berat (dehidrasi).



Berikut langkah-langkah untuk menangani diare anak di rumah (Depkes RI, 1999) :



Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya


  • Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti larutan oralit, makanan cair (seperti sup, air tajin) dan air matang. Jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan padat, lebih baik beri oralit dan air matang daripada makanan cair.

  • Berikan cairan tersebut sebanyak yang anak mau. Untuk oralit dijelaskan di bawah.

  • Teruskan pemberian cairan tersebut sampai diare berhenti.


Tetap memberi anak makanan


  • Teruskan pemberian ASI

  • Bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan. Untuk anak kurang dari 6 bulan dan belum mendapat makanan padat, dapat diberikan susu yang dicairkan dengan air yang sebanding selama 2 hari.

  • Bila anak berumur 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat:



  1. Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan kacang-kacangan, sayur, daging, atau ikan. Tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap porsi.

  2. Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium.

  3. Berikan makanan segar. Masak dan haluskan atau tumbuk makanan dengan baik.

  4. Dorong anak untuk makan, berikan makanan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari.

  5. Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu.


Bawa anak ke petugas kesehatan jika anak tidak membaik dalam 3 hari. Tetapi jika menderita hal berikut, anak harus segera dibawa ke petugas kesehatan tanpa menunggu 3 hari.


  • Buang air besar sangat sering

  • Muntah berulang-ulang

  • Sangat haus

  • Makan dan minum sedikit atau tidak mau sama sekali

  • Demam

  • Keluar darah bersama tinja




Panduan pemberian oralit



Satu bungkus oralit dapat digunakan untuk membuat 200 ml (1 gelas) larutan oralit. Cara pemberiannya :


  1. Anak umur dibawah 12 bulan, 3 jam pertama diberikan 1,5 gelas dan setiap kali buang air besar (b.a.b.) diberikan 0,5 gelas larutan oralit

  2. Anak umur 1 – 5 tahun, 3 jam pertama diberikan 3 gelas dan setiap kali buang air besar (b.a.b.) diberikan 1 gelas larutan oralit

  3. Anak umur 5 – 12 tahun, 3 jam pertama diberikan 6 gelas dan setiap kali buang air besar (b.a.b.) diberikan 1,5 gelas larutan oralit

  4. Anak umur lebih dari 12 tahun, 3 jam pertama diberikan 12 gelas dan setiap kali buang air besar (b.a.b.) diberikan 2 gelas larutan oralit


Demikian, semoga bermanfaat.




Referensi :
Depkes RI – Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (1999). Buku Ajar Diare. Jakarta.

20 Oktober 2007

Amandel : Mestikah Dioperasi?

Amandel atau pembesaran tonsil seringkali menimbulkan kekhawatiran bagi orang tua. Pasalnya, selain sering kambuh, yang ditandai dengan demam, juga orang tua kadang-kadang mendapat ‘saran’ dari tetangga atau sahabat atau keluarga bahwa amandel anaknya harus dioperasi.



Walaupun operasi tonsil relatif lebih ringan (meskipun harus bius umum) dan lebih singkat (kurang lebih 30 – 60 menit dalam keadaan normal), tetap saja menjadi beban pikiran dan beban biaya bagi orang tua. Apalagi bagi yang membiayai sendiri perawatan kesehatannya alias non asuransi.



Kabar baiknya, tidak semua amandel harus dioperasi. Hanya sebagian kecil yang dianjurkan dioperasi, itupun jika memenuhi kriteria untuk operasi.



Menurut American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (Ardyanto, 2006; ENTUSA, 2000), kriteria operasi amandel terbagi dua, yaitu kriteria mutlak operasi dan kriteria relatif (dipertimbangkan).



Kriteria mutlak operasi antara lain :


  • Pembesaran tonsil menyebabkan sumbatan jalan napas, sulit menelan, gangguan tidur (sleep apnea), atau menyebabkan komplikasi jantung dan paru-paru (akibat infeksi bakteri streptococcus).

  • Ada bisul ukuran besar di daerah sekitar tonsil yang tidak bisa diobati dengan pengobatan atau drainage (pengaliran nanah).

  • Peradangan tonsil yang mencetuskan kejang demam.

  • Keadaan tonsil sedemikian rupa sehingga perlu dilakukan pemeriksaan jaringan tonsil (biopsi untuk pemeriksaan patologi).


Sedangkan kriteria relatif operasi adalah :


  • Infeksi tonsil sedikitnya 7 kali dalam setahun, atau 5 kali dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut, atau 3 kali dalam setahun selama 3 tahun berturut-turut meskipun sudah diobati dengan benar.

  • Bau mulut atau nafas yang terus menerus akibat infeksi tonsil kronis yang tidak membaik walaupun sudah diobati.

  • Infeksi tonsil kronis atau sering kambuh oleh bakteri streptococcus yang sudah tidak mempan lagi terhadap antibiotika beta-laktamase.

  • Salah satu tonsil lebih besar daripada tonsil sebelahnya dan dicurigai sebagai tumor atau kanker.


Referensi :



  1. Ardyanto TD (2006): Kapan Operasi Amandel? http://tonangardyanto.blogspot.com

  2. ENTUSA (2000): Clinical Indications for Tonsillectomy & Adenoidectomy. www.entusa.com

Bayi : Jadwal Imunisasi

Bila anda baru saja dikarunia seorang anak, maka imunisasi adalah hal penting yang harus diberikan. Imunisasi adalah pemberian kuman penyakit yang telah dilemahkan atau dimatikan. Tujuannya adalah agar tubuh anak membentuk zat kekebalan terhadap kuman tersebut. Nah, suatu ketika saat kuman sebenarnya menyerang anak anda, dengan mudah tubuh menghalaunya. Akhirnya kuman tidak akan menimbulkan penyakit atau kalaupun si anak sakit, biasanya gejala sangat ringan.



Jadwal imunisasi yang dianjurkan adalah umur (Depkes RI, 2005):


  • 0 – 7 hari : Hepatitis B (I)

  • 1 bulan : BCG

  • 2 bulan : Hepatitis B (II), DPT (I), Polio (I)

  • 3 bulan : Hepatitis B (III), DPT (II), Polio (II)

  • 4 bulan : DPT (III), Polio (III)

  • 9 bulan : Campak, Polio (IV)


Untuk mendapatkan imunisasi bagi anak anda, di Puskesmas biasanya tersedia secara gratis. Silakan datang dan berkonsultasi dengan juru imunisasi (jurim) puskesmas.



Referensi :


  1. Departemen Kesehatan RI – Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat (2005) : Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

18 Oktober 2007

Formalin Bukan untuk Makanan

Formalin adalah bahan kimia yang sudah tidak asing bagi kita. Sejak lama kita mengenal bahan ini sebagai pengawet yang ampuh, terutama untuk mengewetkan mayat. Apalagi, setelah heboh kasus penggunaan formalin sebagai pengawet makanan, kemudian kasus penyuntikan formalin ke tubuh siswa IPDN yang tewas ditangan seniornya, nama formalin semakin memasyarakat saja.

Formalin adalah nama dagang dari campuran formaldehid, metanol dan air. Formalin yang beredar di pasaran mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara 20% - 40%.

Formalin sangat mudah larut dalam air. Jika dicampurkan dengan ikan misalnya, formalin dengan mudah terserap oleh daging ikan. Selanjutnya, formalin akan mengeluarkan (dehydrating) isi sel daging ikan, dan menggantikannya dengan formaldehid yang lebih kaku. Akibatnya bentuk ikan mampu bertahan dalam waktu yang lama. Selain itu, karena sifatnya yang mampu membunuh mikroba, daging ikan tidak akan mengalami pembusukan.

Formalin banyak dimanfaatkan dalam bidang, misalnya industri kayu lapis dan tekstil. Selain itu karena kemampuan desinfektannya, formalin juga sering digunakan untuk penyemprotan kandang ternak unggas.

Walaupun daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan pada makanan. Di Indonesia, beberapa undang-undang yang melarang penggunaan formalin sebagai pengawet makanan adalah Peraturan Menteri Kesehatan No 722/1988, Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/Menkes/PER/X/1999, UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Tetapi kenyataannya, hasil pemeriksaan Balai Pengawas Obat dan Makanan masih sering menemukan makanan berformalin yang beredar di pasar-pasar, baik pasar tradisional maupun supermarket atau hipermarket.

Makanan yang paling sering dibubuhi formalin yaitu mie, tahu, ikan asin, dan ikan segar. Mie yang berformalin tampak lebih kenyal dan mengkilat, mampu bertahan sampai 2 hari. Tahu yang berformalin lebih liat dan tidak mudah rusak, mampu bertahan 3-4 hari. Sedangkan ikan asin berformalin tampak lebih bersih dan tidak dirubung lalat.

Konsumsi formalin dosis besar dapat mengiritasi lambung sehingga dapat menimbulkan muntah darah, diare bercampur darah, kencing darah, dan menimbulkan kematian. Tapi ini jarang terjadi, kecuali ada yang nekat bunuh diri dengan menenggak formalin, atau tidak sengaja meminum formalin yang dikira air mineral.

Paling sering, keracunan formalin kronis, yang terjadi akibat memakan mi, tahu, ikan atau makanan lain yang diawetkan dengan formalin. Penyakit akibat keracunan kronis antara lain adalah kanker. Walaupun munculnya dalam jangka waktu lama, tetapi penyakit ini sangat menyiksa dan mematikan penderitanya.

Jadi, hati-hati mengkonsumsi makanan. Waspadai makanan formalin!

16 Oktober 2007

Probiotik, “Bakteri Baik” untuk Saluran Pencernaan

Sehari-hari kita pernah mendengar minuman mengandung “bakteri baik”. Dari iklan produk tersebut, kita diinformasikan bahwa “bakteri baik” ini akan menghalau “bakteri jahat” di saluran pencernaan kita.

Dalam dunia medis, produk minuman jenis tersebut disebut probiotik. Istilah probiotik dalam bahasa inggris berarti "favorable to life". Sedangkan WHO dan FAO mendefinisikan probiotik sebagai mikrorganisme hidup yang jika diberikan dalam jumlah yang cukup dapat memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh.

Sebagian besar probiotik adalah bakteri yang mirip dengan bakteri yang terdapat dalam usus kita. Dua kelompok bakteri yang paling sering digunakan sebagai probiotik adalah Lactobacillus dan Bifidobacterium. Bakteri lain yang juga dimanfaatkan sebagai probiotik adalah Escherichia coli dan Streptococcus salivarius ssp thermophilus. Sedangkan probiotik dari golongan jamur adalah Saccharomyces cerevisiae (boulardii).

Probiotik dianggap mampu mengobati diare (terutama yang disebabkan oleh rotavirus), mencegah dan mengobati infeksi saluran kemih, sindrom iritasi usus, mengurangi kemungkinan terkena kanker kandung kemih, dan mencegah eksim (dermatitis atopik) pada anak-anak. Selain itu, probiotik juga diduga meningkatkan kekebalan tubuh melalui stimulasi sel-sel tertentu di usus.

Dibalik manfaat yang begitu menjanjikan, probiotik masih menyimpan banyak pertanyaan untuk dijawab melalui penelitian. Beberapa diantaranya adalah golongan bakteri mana yang paling bermanfaat untuk kesehatan? Bagaimana kemampuan probiotik bertahan selama penyimpanan? Bagaimana bakteri tersebut mampu melewati lambung yang sangat asam? Apa yang terjadi pada bakteri tersebut dalam tingkat molekuler dan bagaimana interaksinya dengan tubuh sehingga dapat mencegah dan mengobati penyakit? dll...