05 Agustus 2009

Terapi Sel Punca (Stem Cell)

Istilah sel punca pertama kali diusulkan oleh histolog Rusia, Alexander Maksimov, pada tahun 1908. Ia menyebutkan bahwa ada satu macam sel induk yang akan berkembang menjadi berbagai jenis sel darah, seperti menjadi sel darah merah, sel darah putih, dll. Teori ini baru terbukti sekitar 70 tahun kemudian ketika sel induk (sel punca, stem cell) tersebut ditemukan dalam sum-sum tulang belakang manusia.

Sel punca mempunyai ciri yang sangat berbeda dibandingkan dengan sel tubuh lainnya. Ciri pertama adalah, sel yang belum terspesialisasi ini dapat memperbaharui dirinya secara terus menerus melalui proses pembelahan. Ciri yang kedua, dalam kondisi tertentu sel dapat berubah menjadi sel jaringan atau organ spesifik dengan fungsi yang spesifik pula.

Pada organ-organ seperti usus dan sum-sum tulang belakang, sel punca akan membelah secara reguler dan mengganti jaringan yang rusak atau mati. Pada organ lain seperti pankreas dan hati, sel punca hanya membelah dalam situasi tertentu. Sedangkan pada organ seperti tulang, serabut saraf, otot jantung, dll, sel punca tidak memperlihatkan pembelahan yang signifikan.

Karena kedua ciri utama di atas, maka sel punca diyakini mempunyai potensi untuk meregenerasi jaringan atau organ tubuh manusia yang rusak, tentunya dengan suatu teknik tertentu.

Sumber Sel Punca

Pada awalnya, sumber sel punca adalah embrio manusia. Karena itulah banyak kalangan yang menentang penelitian-penelitian sel punca. Untungnya, pada tahun 2007, dua orang ilmuwan Jepang, Shinya Yamanaka dan Kazutoshi Takahasi berhasil membuat sel punca hasil reprogram sel kulit manusia. Selain itu, para peneliti di AS juga berhasil mendapatkan sumber sel punca baru yaitu cairan ketuban dan tali pusar, dan ari-ari.

Di Indonesia, penelitian mengenai terapi sel punca sudah mengalami bayak kemajuan. Di divisi Orthopaedi dan Traumatologi FKUI RSCM misalnya, telah melakukan penelitian terapi sel punca untuk mengobati kerusakan tulang rawan. Pada penelitian ini, sel punca diambil dari tubuh pasien sendiri yaitu dari tulang panggul. Kemudian sel punca tersebut dikembangbiakkan di laboratorium selama empat minggu hingga jumlahnya berlipat-lipat, sampai 10 juta. Lutut yang mengalami kerusakan tulang rawan kemudian dibersihkan melalui operasi. Bagian-bagian yang rusak dibuang (debridement). Setelah itu, sel punca hasil biakan ditanam pada daerah yang telah dibuang dan luka operasi dijahit. Beberapa waktu kemudian diharapkan akan tumbuh tulang rawan baru menggantikan tulang rawan yang telah rusak dan keluhan nyeri lutut pasien berkurang atau hilang.

Terapi Sel Punca di Indonesia

Selain di bidang 'pertulangan', terapi sel punca juga dikembangkan untuk mengobati penyakit jantung. Pada kasus infark miokard, dimana banyak sel otot jantung yang mati, sel punca diharapkan dapat mengganti sel-sel otot tersebut sehingga jantung dapat berfungsi kembali dengan baik.

Secara ringkas prosedurnya adalah, pertama, memetakan bagian jantung yang mana saja yang mengalami kerusakan. Kedua, membuka pembuluh darah koroner yang menyempit atau tersumbat, biasanya dengan pemasangan stent. Ketiga, dengan menggunakan kateter jantung yang dimasukkan lewat pembuluh darah di pangkal paha, sel punca disuntikkan langsung ke pembuluh darah koroner yang memperdarahi daerah yang rusak. Sel punca kemudian akan meregenerasi sel-sel otot jantung yang telah mati.

Kompas.Com/TempoInteraktif.Com/Wikipedia.Com