21 Agustus 2010

Rokok Elektronik, Amankah?

Saat pertama pertama kali mendengar istilah 'rokok elektronik', bisa jadi ada keraguan dibenak kita. Mana mungkin rokok yang biasa berisi tembakau kini berisi rangkaian elektronik.

Tetapi rokok elektronik benar-benar ada. Rokok ini diperkenalkan pertama kali di Cina pada tahun 2003. Sejak saat itu penjualannya semakin meluas ke seluruh dunia.

Seperti halnya rokok konvensional, rokok elektronik juga mengeluarkan nikotin, zat adiktif yang mempengaruhi saraf dan peredaran darah serta menimbulkan efek ketagihan. Pada rokok elektronik, nikotin dalam bentuk jel diubah menjadi uap oleh alat yang terdapat di dalam rokok yang disebut atomizer. Uap ini kemudian akan dihirup dan masuk ke dalam paru-paru penghisapnya.

Karena sistemnya elektronik, produsen rokok ‘canggih’ ini mengklaim beberapa keuntungan dalam penggunaannya. Mereka mengatakan bahwa rokok elektronik tanpa tar, karbon monoksida dan bau asap. Aman bagi lingkungan dan dapat membantu menghentikan kebiasaan merokok.

Dari segi kesehatan, terjadi pertentangan antara produsen rokok elektronik dengan organisasi kesehatan. Produsen rokok elektronik mengklaim bahwa rokok mereka aman digunakan karena tidak mengandung berbagai macam senyawa beracun yang biasanya dikandung oleh rokok biasa. Selain itu, tidak membahayakan bagi orang di sekitar perokok sebagaimana halnya perokok pasif pada aktifitas merokok konvensional.

Berbeda halnya dengan produsen rokok elektronik, berbagai organisasi kesehatan menyatakan bahwa rokok elektronik tidak aman untuk kesehatan.

WHO pada September 2008 menyatakan bahwa mereka tidak menyetujui konsumsi rokok elektronik sebagai cara untuk berhenti merokok. Selanjutnya pada Mei 2010, WHO kembali menegaskan bahwa rokok elektronik belum melalui pengujian yang cukup untuk menentukan apakah aman dikonsumsi.

Organisasi pengawas obat dan makanan Amerika Serikat (FDA) pada Mei 2009 telah melakukan analisis kandungan terhadap e-cigarette (rokok elektronik) dari dua produsen berbeda. Hasilnya, ditemukan kandungan dietilen glikol dan nitrosamin, yang berpotensi menimbulkan kanker. Selain itu FDA juga menunjukkan ketidakkonsistenan kadar nikotin yang dikandung rokok elektronik dengan label yang tercantum. Bahkan ada label yang menyatakan bebas nikotin, ternyata pada pemeriksaan, rokok masih mengandung nikotin.

Di Indonesia, Badan POM telah menyatakan bahwa rokok elektronik ilegal dan tidak aman. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk dikonsumsi.