23 September 2013

Kuesioner ‘Porno’ yang bikin heboh

Cerita bermula saat seorang Ibu wali murid di salah satu SMP di Sabang menemukan kuesioner yang dibawa pulang oleh anaknya dari sekolah. Kuesioner tersebut berisi gambar alat reproduksi pria dan wanita dalam berbagai fase. Tujuan kuesioner tampaknya adalah ingin mengetahui perkembangan organ reproduksi pada anak dan remaja.

Tidak butuh waktu lama. Setelah si Ibu memposting ‘temuannya’ di jejaring sosial, badai informasi terjadi. Tidak hanya menghebohkan Kota Sabang dan sekitarnya, tapi juga menasional bahkan menginternasional. Tidak kurang, media Malaysia dan Australia turut memberitakannya. Tampaknya kehebohan tidak semata-mata karena gambar vulgar dalam kuesioner tersebut, tapi karena berita bermula dari Sabang, salah satu kota di Provinsi Aceh yang notabene kental dengan penerapan syariat Islam.

Mungkin Anda penasaran, sevulgar apa gambar pada kuesioner tersebut? Coba Anda akses halaman Wikipedia berikut : Tanner Scale. Kemungkinan kuesioner tersebut menggunakan Skala Tanner untuk mengukur perkembangan organ reproduksi anak dan remaja.

Jika kita mencermati gambar-gambar pada Skala Tanner, memang terlihat sangat vulgar, apalagi bagi kalangan non kesehatan. Sekilas tampak bahwa gambar tersebut menjurus ke p****grafi. Lalu mengapa dimasukkan ke dalam kuesioner yang harus dijawab bahkan dibawa pulang ke rumah oleh anak remaja belasan tahun?

Di sinilah sumber permasalahannya. Skala Tanner tersebut tidak layak diisi oleh remaja yang bersangkutan, atau guru, atau orang tua murid, atau orang dewasa lainnya. Lalu siapa yang boleh mengisi? Mereka yang mempunyai kompetensi untuk itu, misalnya dokter, dokter anak, atau petugas kesehatan lainnya. Tapi mengapa bisa lolos?

Setiap penelitian, termasuk kuesionernya, harus melewati kajian mendalam oleh Komisi Ilmiah, lalu Komisi Etik. Di komisi-komisi tersebut dibahas mengenai kelayakan suatu proposal penelitian. Jika pertanyaan ‘nyerempet’ harus dilakukan, maka perlu dicari cara yang tidak melanggar etika.

Pertanyaannya sekarang, apakah Kuesioner Heboh ini sudah melewati ‘godokan’ di Komisi Ilmiah dan Komisi Etik? Tampaknya belum. Sendainya sudah, maka kasus ini tak perlu terjadi. (DO.C)